CLIFFORD GEERTZ, “DARI SUDUT PANDANGNYA TERHADAP ANTROPOLOGI ALAMIAH”

April 1, 2010 nezzasalsabila

Clifford Geertz menyajikan suatu pemikiran yang berangkat dari pemahaman antropologi yang alami terhadap unsure lokalitas dalam memahami suatu kebudayaan. Salah satunya berupa mitos yang merupakan salah satu item dari kebudayaan local. Seperti yang terdapat dalam The Double Helix-nya James Watson bahwa mitos, akulturasi, symbol memiliki keterkaitan dengan kebudayaan local. Di sini saya menemukan ada satu perubahan yang diinginkan oleh Geertz bahwa kebudayaan  itu bisa diakulturasi menjadi sesuatu yang eksotis, penuh dengan kebijaksanaan, kesabaran dan sebagainya melalui semacam proses perubahan bernama biofisika. Yaitu adanya percampuran materi yang ada di alam dengan alam itu sendiri. Sebagai contoh adanya sinkritisme dalam kebudayaan Jawa, yaitu perpaduan antara Islam, Hindu-Budha,

Terdapat pemahaman yang inklusif sehingga unsure-unsur budaya tidak dipahami secara sacral, sehingga manusia dapat berfikir dan merasakan proses yang terjadi di alam ini adalah sesuatu yang natural, sehingga ada keterbukaan. Geertz menjadikan unsure rasionalitas yang terkait dengan akal sebagai standar untuk melihat sesuatu, sehingga Geertz mampu menyajikan pemikiran yang penuh dengan kontroversi walaupun tidak sedikit pula yang pro dengannya. Sebagai contoh adanya penggolongan social budaya berdasarkan aliran ideology masyarakat Jawa menjadi abangan, santri dan priyayi. Selanjutnya unsure itu didukung oleh moralitas yang terkait dengan etika. Sehingga Gerertz benar-benar mengembalikan fungsi unsur lokalitasnya.

Geertz memperlakukan perbedaan yang muncul dalam masyarakat dengan mencari titik temunya. Salah satunya dengan adanya semacam adaptasi dan interaksi antara manusia dengan budaya dan alam lebih dari sekedar partisipatoris. Sehingga ada keterlibatan langsung manusia didalamnya untuk mengetahui secara langsung, obyektif dan tanpa tendensi. Sebagai contoh adanya pengagungan salah satu symbol dalam mitos, seperti kuburan seperti yang dinyatakan oleh Malinowski. Selain itu adanya perlawanan antara dalam-luar, orang pertama-orang ketiga, pendekatan-objectivist, kognitif-etik dan lainnya. Untuk mengatasinya Geertz menggunakan pendapat Heinz Kohut yaitu Psychoanalyst untuk mendapatkan titik temu yang tidak berdasarkan asumtif saja tapi dengan terlibat langsung dengan akulturasi budaya itu. Selanjutnya disajikan oleh Geertz beberapa pemaknaan lebih berupa pengalamannya untuk memahami sesuatu baik dengan experience-near maupun experiencedistant yang melahirkan pengalaman kebudayaan bahkan agama berangkat dari pemahaman orang itu (informan) terhadap agamanya.

Geertz menceritakan ulang bagaimana pengalamannya ketika secara intensif mengkaji Jawa, Bali dan Moroccan dengan memberikan subyektif meaningnya sehingga Geertz dapat menganalisis format simbolis, kata-kata (mantra), imagine, perilaku (ritual) dan lainnya. Geertz menemukan bahwa di Jawa, Bali dan Moroccan  gagasan mengenai selfhood jelas berbeda tidak hanya dari kita sendiri tetapi juga tidak kurang dramatis dan instruktif dari satu ke yang lainnya. Contohnya ketika seorang laki-laki muda yang di tinggal mati istrinya, menyambut semua orang yang datang untuk melayat dengan senyum dan meminta maaf atas nama istrinya. Ini mengenai kejujuran yang hakiki tentang dalamnya perasaan dan pentingnya moral tentang ketulusan personil. Dapat saya pahami bahwa konsep rasional, moral, etik dan transenden sangat berkaitan erat.

Pokok kajiannya meliputi agama Jawa, politik aliran mengenai konsep trikhotominya (abangan, santri, priyayi), watak perkotaan di Jawa sebagai hollow town dan bukannya solid town, pengelompokan politik tanpa basis kelas, perbandingan Islam Indonesia dan Islam Maroko (antara the scope of religion dan the force of religion) mempunyai sifat yang agresif dan penuh gairah. Perbedaan manifestasi agama itu menunjukkan betapa realitas agama sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya. Perbandingan antara etos dan praktik perdagangan di Jawa dan di Bali (antara individualisme pasar dan rasionalitas ekonomi tanpa kemampuan oerganisasi ekonomi di satu pihak, berhadapan dengan kemampuan organisasi ekonomi tanpa individualisme pasar dan tanpa rasionalitas ekonomi di pihak lain), politik klasik di Bali yang dirumuskan sebagai theater state, apa yang ditinggalkan oleh Hinduisme dalam praktik keagamaan di Jawa dan Bali, serta praktik pertanian Jawa yang semenjak tanam paksa tidak berhasil mengalami evolusi menjadi pertanian kapitalis, tetapi mengalami evolusi yang menjadikan pertanian hanya sebagai tempat penampungan penduduk yang terus bertambah banyak dan karena itu tidak memungkinkan investasi baru.

Geertz menemukan dua satuan yang kontras pada dasar yang religius di Jawa antara outside-inside dan refined-vulgar yang dalam bahasa sufi menunjuk pada satu sisi untuk menyampaikan kepada dunia tentang pengalaman observasi manusia pada manusia yang lain tentang behavior. Di Bali terdapat birth-order marker yang berisi sesuatu yang dibatasi dan berbeda menurut system secara internal yang sangat kompleks. Hal ini melalui format simbolis obserrable. Dan di Maroko adanya suatu format ganjil, format linguistic yang disebut dalam bahasa Arab sebagai nisba yang mengacu pada suatu analisi kombinasi, proses gramatikal dan semantic yang terkandung dalam mentrasformasikan suatu kata benda kepada apa yang kita sebut suatu adjective relative. Sebagai contoh jabatan, sekte religius, dan lainnya.

Yap, Geertz adalah sosok yang luar biasa yang dapat melakukan modifikasi konseptual,. Ia menemukan hubungan antara system symbol, system nilai dan system evaluasi. Ia dapat menyatukan konsepsi kaum kognitifisme yang beranggapan bahwa kebudayaan adalah system kognitif, system makna dan system budaya, maka agar tindakan bisa dipahami oleh orang lain, maka harus ada suatu konsep lain yang menghubungkan antara system makna dan system nilai, yaitu system symbol. System makna dan system nilai tentu saja tidak bisa dipahami oleh orang lain, karena sangat individual. Untuk itu maka harus ada sebuah system yang dapat mengkomunikasikan hubungan keduanya, yaitu system symbol. Melalui system itulah system makna dan system kognitif yang tersembunyi dapat dikomunikasikan dan kemudian dipahami oleh orang lain.[1] Saya melihat minat kajian Geertz sangat variatif. Ia mengkaji sejarah social melalui kajiannya tentang perubahan social di dua kota di Indonesia, tidak hanya mengkaji persoalan agama dan masyarakat dalam perspektif sosiologis atau antropologis. Ia juga mengkaji masalah ekonomi sehingga lahirlah teori involusi.

Di akhir tulisannya, Geertz menegaskan bahwa untuk membongkar  pengertian diri orang Jawa, Bali, Moroccan, seseorang harus bergerak dengan rincian eksotis yang membuat etnografi terbaik. Sekarang trayektori dikenal sebagai lingkaran hermeneutic. Singkatnya, tanggungjawab dari subjektivitas orang untuk orientasi lebih dari sekedar rasa simpati dan penghapusan ego.

CATATAN:

  1. Ignaz Kleden, Dari Etnografi ke Etnografi tentang Etnografi: Antropologi Clifford Geertz dalam Tiga Tahap” dalam Clifford Geertz, After the Fact. (Yogyakarta: LKiS, 1998), ix-xxi

[1] Lihat Ignaz Kleden, Dari Etnografi ke Etnografi tentang Etnografi: Antropologi Clifford Geertz dalam Tiga Tahap” dalam Clifford Geertz, After the Fact. (Yogyakarta: LKiS, 1998), ix-xxi

Entry Filed under: Pendekatan dan Pengkajian Islam

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to comments via RSS Feed

Salsabila

Nez Arsip

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui email.

Bergabung dengan 10 pelanggan lain

Nez Facebook

Nez Yahoo

Nez Penanggalan

April 2010
S S R K J S M
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
2627282930  

Klik favorite ^_^

Komentar Terakhir

www.nanoindian.com pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
ummurafifghozy pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
Nuril Aziz pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
Nuril Aziz pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
printer parts pada Manajemen Sumber Daya Man…

Tulisan Terakhir

Laman

Kategori

Arsip

Tulisan Teratas

Blogroll

Meta

Yuk Gabung di twitterku