FRONT PEMBELA ISLAM cs KEKERASAN (Analisis Pendekatan Psikologi Agama Zakiah Daradjat)

April 15, 2010 nezzasalsabila

I. PENDAHULUAN Di Indonesia, akhir-akhir ini konflik dan aksi-aksi kekerasan atas nama agama semakin marak dimana-mana. Mulai dari kasus Bom Bali, Bom Hotel JW Marriot, Bom Kuningan, penyerbuan Kampus Al-Mubarok, Ahmadiyah di Parung, penutupan Rumah Ibadah Kristiani di Bandung Jawa Barat hingga yang terbaru adalah tragedy kekerasan di Monumen Nasional Jakarta yang mengatas namakan Islam. Fenomena di atas melahirkan wacana agama yang paradoksal bahwa ia tidak hanya bersifat rahmatan lil alamin (rahmat bagi semua) tapi juga bencana, karena melahirkan fenomena-fenomena kekerasan. Meskipun terdapat banyak pernyataan apologetis (pembelaan diri), khususnya dari kalangan agamawan, bahwa agama secara esensial hanya mengajarkan perdamaian dan menentang kekerasan; tetapi manusia saja yang kemudian menyalahgunakan agama untuk kepentingan pribadi/kelompok sehingga menyulut kekerasan, yang jelas fenomena aksi kekerasan atas nama agama secara riil (nyata) terjadi dalam kehidupan kita. Pertanyaan selanjutnya adalah; mengapa manusia melakukan kekerasan kepada sesamanya (dengan) mengatasnamakan agama? Dan bagaimana penjelasan psikologi terhadap fenomena tersebut? Dan bagaimana solusi nya? Tulisan ini, secara umum, memang ditujukkan untuk menjawab pertanyaan krusial tersebut. Dalam tulisan ini, yang akan dibicarakan adalah kekerasan dengan mengatas namakan agama yang dilakukan oleh Front Pembela Islam. Bentuk kekerasan inilah yang kita kenal sebagai kekerasan teologis, yaitu menggunakan dalih dan dalil agama untuk melegitimasi kepada penggunaan kekerasan dalam jihad besar dan perjuangan suci melawan kelompok-kelompok lain. II. PEMBAHASAN A. Biografi Singkat Zakiah Daradjat Zakiah Daradjat adalah sosok ilmuwan perempuan multidimensi. Tidak hanya dikenal sebagai psiklog, tapi juga muballigh dan pendidik sekaligus. Beliau membuka praktek psikolog di kediamannya denga selalu mengaikan nilai-nilai agama disetiap terapinya. Dan sebagai pendidik beliau tidak sebatas mengajar, tapi juga pernah menduduki jabatan penting dalam pendidikan Islam. Di lingkungan Depag menduduki jabatan Direktur Pembinaan Perguruan Agama Islam Depag. Pernah juga menjabat sebagai Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama. Beliau dilahirkan di ranah Minang, tepatnya di Kampung Kotamerapak, Kecamatan Ampek Angkek, Bukittinggi, pada 6 November 1929. Tahun 1951 Zakiah masuk Fakultas Tarbiyah Perguuran Tinggi Agama Islam NEgeri (PTAIN) yang kini menjadi UIN Sunan Kalijaga. Tahun 1956 melanjutkan program S2 dan S3 di Fakultas Pendidikan Universitas Ein Shams, Kairo. Akhirnya pada tahun 1964 dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, Zakiah berhasil meraih gelar Doktor dalam bidang psikologi dengan spesialisasi kesehatan mental dari Universitas yang sama. B. Pendekatatan Psikologi Agama Zakiah Daradjat Zakiah Daradjat merupakan sosok perempuan Muslimah Indonesia dengan menjalankan aktivitas di sector public dengan biasa-biasa saja tanpa meledak-ledak. Padahal dipandang dari sudut zamannya, prestasi Zakiah sebagai perempuan sebenarnya luar biasa. Beliau adalah prototype perempuan yang lebih mengedepankan pentingnya kerja dan beraktivitas daripada berteriak memperjuangkan persamaan hak tanpa melakukan aktivitas public yang berarti. Kaitannya dengan pdikolog-religi, beliau ingin mengintegrasikan pendekatan agama dengan ilmu pengetahuan modern. Dengan merujuk kepada berbagai literatur, baik berasal dari Barat maupun Islam, ditemukan suatu sintesa baru: agama memiliki peran yang sangat mendasar dalam memahami esensi kejiwaan manusia. Karena itu agama dijadikan pijakan psikologi. Ilmu pengetahuan itu adalah untuk mencari kebenaran berdasarkan pengalaman empiris. Sedangkan agama dating dengan kebenaran itu sendiri. Namun tujuannya sama yaitu menciptakan kedamaian hidup dan tatanan social yang beradab. Beliau berusaha meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku atau ekanisme yang bekerja dala diri seseorang. Menurutya, cara berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak bisa dipisahkan dari keyakinan agama. Sebab keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadian manusia. Beliau juga melihat do’a sebagai terapi mental yang menurutnya sangat berperan bagi ketentraman batin. Dengan berdo’a kita memupuk rasa optimis bahkan bermanfaat bagi pembinaan dan pemanfaatan semangat hidup, mampu menyembuhkan stress dan gangguan jiwa. Dengan kata lain, do’a memiliki fungsi kuratif, preventif dan konstruktif bagi kesehatan mental. Zakiah melakukan pendekatan pada praktik-praktik konsultasi dan konselingnya dengan menggunakan pendekatan ilmiah dan agama dalam memaknai konsep kesehatan jiwa. C. Mendekati Catatan Kekerasan FPI dengan Psikololgi Islam 1. FPI cs Kekerasan Aksi sepihak yang diwarnai kekerasan di jalanan adalah ciri Front Pembela Islam. Penyerbuan di Monas beberapa waktu yang lalu bukanlah yang pertama. Selama beberapa tahun terakhir, organisasi massa ini berkali-kali bertindak anarkis. Pada 2003, Ketua FPI Rizieq Shihab diadili. Sang Habib ditangkap dengan tuduhan mengganggu ketertiban umum. Pengadilan kala itu menjatuhkan vonis tujuh bulan penjara. Keputusan yang disambut amarah pengikut FPI. Hanya berselang beberapa bulan kemudian, FPI kembali turun ke jalan. Kali ini sasarannya adalah sebuah tempat hiburan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Ribuan anggota FPI menyerbu dan merusak. Kaca dipecahkan, pintu dibobol, isi kafe dihancurkan. Polisi tak berbuat apa-apa. Tahun 2006, giliran majalah Playboy. Kantor majalah ini diserang ribuan aktivis FPI. Kaca-kaca dipecahkan dan majalah dibakar. Kala itu, para penjual majalah dan koran juga menjadi sasaran sweeping para aktivis organisasi bernapaskan Islam itu. Setelah melalui peristiwa demi peristiwa, maka terjadilah insiden MONAS yang sampai sekarang mengundang perhatian dari semua pihak. Sampai-sampai warga dunia memberikan stempel suka kekerasan pada Indonesia. Disana ada isu sentral Ahmadiyah, serta terjadi benturan antara AKKBB versus FPI bersama KLI. Sebuah perdebatan lama yang seharusnya tidak perlu masuk dalam wilayah benturan fisik. Namun, karena potensinya begitu kuat, maka sekali lagi hal ini tidak terelakkan dan sangat mungkin untuk terjadi lagi di masa mendatang. FPI dan KLI merupakan cabang dari pemahaman Islam konservatif yang mengutamakan perjuangan Islam dalam melawan maksiat dan tekanan dunia Barat (ideologi liberal atau neo-liberal). Pada titik yang lebih ekstrim ada MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) serta pada titik yang paling ekstrim ada Salafy Jihad. 2. Mendekati dengan Pendekatan Psikologi Agama dan Solusi Pemecahannya Sekarang kita masuk dalam wilayah psikologi untuk melihat keadaan potensi konflik tersebut. Kita bisa melihatnya sebagai suatu potensi untuk menciptakan ketegangan publik baik dari tingkat konflik terbuka (fisik-anarkisme-chaos)maupun dari keadaan saling curiga (pemeliharaan konflik berkesinambungan). Bisa juga melihat bahaya perpecahan bangsa yang disebabkan oleh jauhnya titik temu dari sudut pandang liberalisme agama dan konservatifisme agama. Sehingga perlu diupayakan pendekatan-pendekatan pemahaman demi keutuhan bangsa Indonesia. Bila kita membaca secara seksama kondisi psikologis massa pada keadaan demonstrasi, maka ada suatu tahapan-tahapan pematangan situasi menuju keadaan panik yang mendorong meledaknya anarkisme. Kasus Insiden Monas apakah peristiwa itu natural sebagai dampak psikologis dari suatu keadaan yang tidak terelakkan, ataukah ada suatu perencanaan matang yang telah disusun proses pentahapannya? Akar konflik yang kuat dalam sudut pandang ekstrim masing-masing pihak merupakan suatu keadaan konstan apabila tidak disentuh. Mengapa saya katakan konstan, hal ini terbukti dari perjalanan ajaran Mirza Ghulam Ahmad (Ahmadiyah) yang telah lama di Indonesia. Sedangkan naik-turunnya konflik mengenai ajaran Mirza tersebut merupakan pertarungan lama yang kebetulan sekarang menjadi case study ditengah-tengah pertarungan ideologi Islam liberal dengan Islam konservatif. Sekitar 75 tahun Jemaah pengikut Mirza telah ada di Indonesia, tentu saja kekuatannya cukup lumayan dalam mempertahankan dan menyebarluaskan organisasinya. Dalam wilayah ideologi liberal yang semakin kuat di Indonesia, Ahmadiyah bagaikan menemukan ruang interaksi yang lebih bebas. Pada titik ekstrim kelompok liberal memaknai ajaran Islam sebagai sebuah domain individualistik yang harus dijamin keterbebasan dalam penafsirannya. Sementara itu, pemurnian ajaran Islam dalam berbagai varian dan model penafsiran juga bergerak kuat di Indonesia. Khususnya dari kelompok Salafiyah dan Wahabiyah yang menolak setiap penyimpangan ajaran dari Al Quran dan Hadits Shahih. Pada titik ekstrim, liberalisme dilihat sebagai merupakan suatu pemurtadan dari ketaatan pada ajaran Islam yang murni dan utuh. Kekerasan bisa dikatakan sebagai jejaring antara aktor dan struktur seperti dikemukakan Jeniffer Turpin & Lester R. Kurtz (1997). Asumsi dari kelompok ini menyatakan bahwa ialah konflik bersifat endemik bagi kehidupan masyarakat (konflik sebagai sesuatu yang ditentukan), ada sejumlah alat alternatif untuk menyatakan/menyampaikan konflik sosial, untuk menyampaikan masalah kekerasan dengan efektif diperlukan perubahan dalam organisasi sosial dan individu, masalah kekerasan merupakan salah satu masalah pokok dari kehidupan modern, terdapat hubungan kekerasan level mikro-makro dan antara aktor-struktur (pemecahan masalah kekerasan struktural mengharuskan kita berkecimpung dalam kekerasan aktor, demikian sebaliknya), dan akhirnya spesialisasi akademik justru mengaburkan masalah karena hal ini mengabaikan pendekatan yang holistik termasuk di dalamnya dimensi ruang dan waktu. Karena itu ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai langkah awal untuk mengatasi hal tersebut, Pertama, dapat dimulai dengan jalan menanyakan: dalam kondisi psikologis yang bagaimana para aktor agama ini melakukan kekerasan? Jawaban ini diperlukan karena sebagaimana penjelasan tentang kekerasan naluriah (instingtif) yang berasal dari dalam diri manusia, akar internal itu juga bisa menjadi sumber kekerasan. Kedua, yang juga harus dicari jawabannya adalah pertanyaan tentang hal-hal diluar naluri (insting) manusia yang bisa memberikan stimulus (rangsangan) terhadap manusia untuk melakukan tindakan kekerasan. Dalam studinya baru-baru ini, Scott Assembly menyatakan bahwa menurutnya kekerasan (dalam beragama khususnya) terjadi ketika para pemimpin ekstremis suatu agama tertentu, (dalam reaksi mereka terhadap apa yang mereka pandang sebagai ketidaksesuaian atau ketidakadilan dalam sebuah lingkungan struktural suatu masyarakat), telahberhasil memanfaatkan argumen-argumen keagamaan (atau etnis-keagamaan) untuk enyuruh orang lain (umatnya) melakukan tindakan kekerasan. Jadi stimulus pertama datang dari faktor pemimpin agama yang dalam kontek masyarakat beragama yang bersifat hirarkhis sangat memegang kendali masyarakatnya. Dari kedua hal di atas, pencarian jawaban atas pertanyaan mengenai solusi tindakan kekerasan akan membawa kita, pertama-tama pada penelitian tentang sumber konflik yang bersifat naluriah (instingtif), yang merupakan implementasi dari kondisi psikologis manusia. Ekspersi internal manusia seperti ini harus ditinjau secara teliti, dilihat kasus demi kasus, dan dalam konteks yang luas. Hal ini diperlukan, karena kondisi kejiwaan (psikologis) manusia berbeda-beda dan selalu berubah. Pengenalan terhadap karakter psikologis serta konteks dari keberbedaan dan perubahan psikologis manusia yang mengarah pada tindak kekerasan akan membantu kita mencari solusi praksis penyelesaian kekerasan ini , terutama yang sumbernya dari alasan psikologis manusia yang bersifat naluriah (instingtif). Selanjutnya, yang menyangkut stimulus (rangsangan) dari luar diri manusia bermanfaat dalam rangka menciptakan strategi untuk menentang dan mengatasi segala bentuk ketidakadilan, kemiskinan, kebodohan dan sebagainya, dalam suatu lingkungan struktural suatu masyarakat, baik dalam konteks local, domestik (nasional) maupun global (internasional). Dalam hal ini negara dan perangkat birokrasinya, dan organisasi-organisasi politik internasional, berkewajiban untuk menciptakan keseimbangan hidup diantara warga negaranya dan meminimalisir potensi ketidakadilan, mengentaskan kemiskinan dan kebodohan, serta menyelesaikan problem kemsayarakatan lainnya. Dengan campur tangan negara dan organisasi politik internasional, penyelesaian problem kekerasan diharapkan bisa menyentuh akar-akar permasalahannya. Upaya stimulatif ini tentu juga harus dibarengi dengan kesediaan kalangan agamawan untuk mengajak umat beragama kepada militansi anti-kekerasan (non-violence militancy). Campur tangan kalangan agamawan akan menjadikan upaya penyelesaian problem kekerasan menjangkau publik umat beragama secara luas. Sementara itu kalangan intelektual diharapkan berkontribusi, terutama pada pencarian alternatif solusi-solusi problem kehidupan manusia dengan basik keilmuan masing-masing. Campur tangan mereka diperlukan agar upaya penyelesaikan problem kekerasan teologis akan bersifat menyeluruh, menjangkau segala bidang kehidupan. Relasi agama yang tidak hanya dengan perdamaian, tetapi juga kekerasan sangatlah sulit untuk kita tolak manakala kita menyaksikan bahwa agama seringkali digunakan sebagai landasan ideologis dan pembenaran simbolis bagi tindak kekerasan yang dilakukan sebagian umat beragama. Namun kita pun harus mengerti, bahwa dalam kasus kekerasan yang dilakukan oleh lakon-lakon beragam khususnya yang dilakukan oleh FPI ini, menimbulkan banyak pengaruh terhadap pelakunya sendiri yang dipengaruhi oleh suasana batin yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah yang hanya mengeluarkan SKB tiga mentri untuk masalah yang menurut mereka sudah sangat mencoreng akidah. SKB dianggap tidak cukup. Merasa dilecehkan hal yang menurut mereka sangat mendasar. Tapi mereka sepertinya tidak peduli atau memang tidak mau peduli bahwa tindakan mereka bertentangan dengan ajaran Islam yang merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Bahkan menciptakan pencitraan negative pada mereka sendiri bahkan mengenarisasi ke Islamnya. Mereka merusak hubungan baik mereka dengan sesama Muslim dan lebih mengandalkan emosi dan kemarahan mereka. Hal ini pun sangat mempengaruhi korban dari kekerasan yang mereka lakukan. Mental mereka menjadi rapuh, rasa tenang berangsur hilang bahkan untuk mengerjakan ibadah yang sifatnya pribadipun mereka harus was-was karena dikecam rasa takut diserang dan lain sebagainya. Efek yang lebih besar lagi adalah rusaknya hubungan yang harmonis antara sesame Muslim sendiri. Mungkin ini bisa kita mengerti setelah kita tahu bahwa FPI adalah salah satu cabang dari pemahaman Islam konservatif, namun tidak berarti kekerasan yang mereka lakukan bisa dibenarkan. Seperti yang biasa dilakukan Zakiah Daradjat dalam mengobati orang, mendengarkan pun bisa menjadi obat yang mujarab, ketika pintu diskusi kita buka lebar-lebar tanpa mengedepankan ego menganggap dirinya yang paling benar, sehingga tidak berpengaruh negative pada kejiwaan keberagaam seseorang. Lebih menenangkan diri masing-masing dengan lebih memperluas pemahaman tentang toleransi keberagamaan. Ada beberapa hal dari sudut pandang psikologi Islam yang diharapkan bisa memberikan solusi yang solutif terhadap permasalahan kekerasan ini, yaitu tidak membiarkan kecurigaan dan emosi mendominasi pikiran kita, belajar untuk memelihara konflik agar tidak berkelanjutan, bersama-sama mencari titik temu permasalahan, melakukan pendekatan pemahaman yang baik, dan mengurangi sudut pandang ekstrim terhadap masing-masing pihak. Tentunya ini harus dilakukan bersama-sama dengan tidak mengandalkan ego yang tinggi sehingga merasa benar sendiri dan mengabaikan aspek kepentingan bersama dalam menciptakan keharmonisan suatu hubungan keberagamaan. Kekerasan yang mereka lakukan menunjukkan adanya keharusan untuk ditanggulangi secepatnya. Baik oleh individu yang bersangkutan maupun orang lain sebagai penonton. Tidak dengan semakin mencari perbedaan tetapi mencari persamaan. Tidak dengan menonjolkan perbedaan dan dipermasalahkan. Perbaikan pemahaman dan aplikasi syari’at pun perlu diperbaiki lagi sehingga tidak terbatas pada tekstual tetapi lebih kontekstual. Tidak terbatas pada permasalahan teologi tapi juga social. Pemerintahpun harus mampu menciptakan kestabilan dan meminimalisir konflik pada masyarakatnya dengan membuat kebijakan yang tepat. Pabila hal ini dipahami dengan baik, maka tidak ada lagi kekerasan yang terjadi di Monas tempo hari. Kita belajar lagi untuk tidak mejadikan agama sebagai landasan ideologis dan pembenaran simbolis bagi tindak kekerasan yang dilakukan sebagian umat beragama sehingga kita bisa kembali menjalani kehidupa yang tentram dan damai antar umat beragama dan menunjukkan pada dunia bahwa Islam itu adalah agama damai yang penuh rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta. III. PENUTUPAN Demikian makalah yang sangat sederhana ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat. DAFTAR PUSTAKA Dadang Hawari, Aagama, Psikiartri dan Kesehatan Jiwa, dalam Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999. Lihat Kumpulan tulisan yang diterbitkan atas kerjasama penelitian IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, PsikologiAgama dan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos, 1999,h. 3-9 Scott Applebly, 2000, The Ambivalence of The Sacred: Religion, Violence and Reconciliation, Lanham, Maryland: Rowman and Littlefield Publishers Inc, hal. 282 http://www.liputan6siang.com download pada tanggal 5 Mei 2008

Entry Filed under: Pemikiran Pendidikan Islam,Pendekatan dan Pengkajian Islam,Pendidikan

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to comments via RSS Feed

Salsabila

Nez Arsip

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui email.

Bergabung dengan 10 pelanggan lain

Nez Facebook

Nez Yahoo

Nez Penanggalan

April 2010
S S R K J S M
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
2627282930  

Klik favorite ^_^

Komentar Terakhir

www.nanoindian.com pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
ummurafifghozy pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
Nuril Aziz pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
Nuril Aziz pada HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM…
printer parts pada Manajemen Sumber Daya Man…

Tulisan Terakhir

Laman

Kategori

Arsip

Tulisan Teratas

Blogroll

Meta

Yuk Gabung di twitterku